Welcome To My Blog

Rabu, 26 Januari 2011

hadist -hadist yang membahas air ke 4 dan ke 5

Hadits Ke-4, Bab Air Kitab Thaharah dari Bulughul Maram

Hadits Ke-4
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا كان الماء قلّتين لم يحمل الخبث  . وفي لفظ لم ينجس
“Apabila air itu mencapai dua qullah maka ia tidak mengandung kotoran” Dalam lafadz lain “Tidak najis”.
Diriwayatkan oleh Empat, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, al-Hakim dan Ibnu Hibban.
Kosa Kata
Abdullah bin ‘Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhuma; Masuk Islam sejak kecil di Makkah. Perang pertama yang diikutinya adalah perang Khandaq, beliau wafat di Makkah tahun 74 H.
Dua qullah (قلّتين )  : Qullah adalah bejana orang Arab seperti tong besar. Qullah di sini adalah qullah hajar karena dengannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sering menakar sebagaimana dalam hadits mi’raj. Jumlah dua qullah sekitar 500 ritl ‘Iraq.
Al-Khabats ( الخبث): Artinya adalah Najis
Al-Hakim adalah Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah an-Naisaburi. Terkenal dengan Ibnu Ba’i. Lahir tahun 321 H. Syaikh (guru) dari ad-Daruquthni,  Abu Ya’la al Khalil dan al-Baihaqi meriwayatkan hadits darinya. Beliau menyusun al Mustadrak dan Tarikh  Naisabur. Wafat pada bulan shafar tahun 40 H.
Ibnu Hibban adalah Abu hatim Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban al batsi. Syaikh (guru) dari al-Hakim dan yang lain mengambil hadits darinya. Wafat pada bulan syawal tahun 354 H.
Pembahasan
Hadits ini berisi ketentuan tentang batasan air sedikit dan air yang banyak. Yang pertama (sedikit) kurang dari dua qullah, Yang kedua (banyak) adalah dua qullah atau lebih. Jika air kurang dari dua qullah lalu tercampur oleh najis, maka najis itu mempengaruhinya. Adapun jika air itu dua qullah lalu tercampur najis, maka air tidak menjadi najis karena ia tidak menanggungnya atau tidak terpengaruh.
Kesimpulan
1. Air yang sedikit terpengaruh oleh najis
2. Batasan sedikit yaitu dibawah dua qullah.
3. Air yang banyak tidak terpengaruh oleh najis.
4. Batasan banyak yaitu dua qullah.

Hadits Ke-5, Bab Air Kitab Thaharah dari Bulughul Maram

Hadits Ke-5, Bab Air Kitab Thaharah dari Bulughul Maram Hadits Ke-5
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
لاََََ يَغْتََسِلْ أَحَدُكُمْ فِي اْلمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ
“Janganlah salah seorang diantara kalian mandi di air yang tenang (tidak mengalir) sementara ia junub” (Diriwayatkan oleh Muslim)
Dalam riwayat al Bukhari;
لاَ يَبُوْلَنَّ أَحَدُكُمْ في  الْماءِ الدَّائِمِ الَّذِيْ لاَ يَجْرِيْ ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيْهِ
“Janganlah salah seorang diantara kalian kencing di air yang tenang yang tidak mengalir, kemudian ia mandi di dalamnya’’
Dalam riwayat Muslim,
. . . ثُمَّ يَغْتَسِلُ مِنْهُ
“kemudian mandi darinya”
Dalam riwayat Abu Daud,
ولا يَغْتَسِِلُ فِيه مِن الجَنابة
“Janganlah ia mandi junub di dalamnya”
Pembahasan
Lafadz riwayat Muslim , “Janganlah salah seorang dari kalian mandi di dalam air yang tenang sementara ia junub”. Riwayat ini menunjukkan larangan mandi bagi orang junub di dalam air yang tenang  secara mutlak, baik air itu sedikit maupun banyak, baik sebelumnya dikencingi atau tidak. Lafadz riwayat  Bukhari menunjukkan larangan menggabungkan antara kencing dan mandi di air yang tenang. Adapun kencing saja tanpa mandi atau mandi saja tanpa kencing, maka lafadz Bukhari tidak menunjukkan hal itu. Lafadz Abu Daud menunjukkan larangan kepada masing-masing secara tersendiri, yakni kencing tersendiri mandi tersendiri. Ketiga riwayat tidak menentukan kadar air, ketiga riwayat hanya menjelaskan cirinya, yaitu tenang (tidak mengalir) .Karena dua riwayat yaitu Muslim dan Abu Daud melarang orang junub mandi di air yang tenang walaupun tidak didahului kencing sebelumnya. Begitu pula riwayat Abu Daud melarang kencing secara tersendiri di air yang tenang, walaupun tidak bermaksud mandi di dalamnya. Dan riwayat al Bukhari hanya menunjukkan larangan menggabungkan antara keduanya. Maka cara yang benar untuk menggabungkan riwayat-riwayat ini adalah dengan membawa yang mutlak kepada yang muqayyad (terikat). Dan yang dimaksud adalah air yang sedikit, maka tidak boleh kencing dan mandi sekaligus di air yang sedikit, dan tidak boleh pula kencing (saja) ,karena hal itu dapat merusak (menajisi) air tersebut, karena ia sedikit terpengaruh oleh najis. Begitu pula orang junub dilarang mandi dengan menceburkan diri ke dalamnya, sebab hal itu juga merusaknya (menajisinya). Adapun orang junub mandi di air tenang dengan mengambil (menimba) air darinya dengan gayung atau dengan tangan setelah ia cuci, maka hal itu tidak termasuk dalam larangan ini. Dan yang membuat kita menafsirkan ‘air yang tenang’ dengan tafsir di atas adalah riwayat Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Janganlah kamu mandi di air yang tenang dalam keadan junub’’. Mereka bertanya , “Ya Abu Hurairah, apa yang harus dilakukan?” Beliau menjawab,”Mengambilnya dengan sesuatu”.
Kesimpulan
1. Orang junub tidak boleh mandi di air yang sedikit dengan mencebur ke dalamnya.
2. Menceburnya orang junub ke dalam air yang sedikit dapat merusak-menajisi-nya
3. Haram kencing di air yang tenang
4. Tidak boleh mandi di air yang tenang setelah dikencingi.
5. Boleh mandi di air yang tenang  dengan mengambil air dengan gayung atau semacamnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms